From Hadith to Wisdom

From Hadith to Wisdom
Mengabarkan Pesan Nabi

Search This Blog

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, January 22, 2014

Tradisi Khatam Quran di Papua

BAPAK IMAM HARUS KHATAM QURAN

“Assalamu’alaikum. Sehat Pak Ustadz?” Begitu sambutan pertama yang kami terima ketika hendak mengisi tau’iayah (ceramah) menjelang tarawih di Masjid al-Rahman. “Alhamdulillah, sehat pak. Bapak sendiri, bagaimana kah?” sahut kami menanggapi sambutan hangat itu. Setelah beberapa kalimat sambutan dan perkenalan singkat, kami mendengar untuk yang ke sekian kalinya kalimat, “Saya bapak imam di sini, dan yang ini bapak wakil imam,” atau “Saya wakil imam di sini. Kalau yang itu, bapak imam.” Pertama kali mendengar kata itu, tidak ada kesan apapun di benak kami. Kata-kata bapak imam bagi kami adalah hal yang lumrah, tak ada yang istimewa. Tapi ternyata, tidak demikian di Fakfak. Setiap kali kami masuk masjid yang baru kami singgahi, kata-kata itu tak pernah absen dari telinga kami karena memang “bapak imam” adalah jabatan mulia dan dijunjung tinggi oleh warga Fakfak. Dia lah yang berhak memipin segala ritual keagamaan di sana, khususnya di masjid.
Jabatan imam di Fakfak bukanlah sembarang jabatan. Menjadi imam tidak serta merta dapat dilakukan oleh siapapun sebagaimana di daerah lain. Hanya beberapa masjid di kota yang kami ketahui tidak seekstrim masjid-masjid lain dalam hal penunjukan bapak imam ini.
Untuk menjadi bapak imam atau wakil imam yang resmi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu diangkat oleh warga sekitar dan disahkan oleh pemerintah atau petuanan adat. Namun syarat utama bagi seorang calon bapak imam dan wakil  imam adalah harus sudah khatam al-Quran dan telah menikah. Jika syarat-syarat itu belum terpenuhi, jangan coba-coba memimpin shalat berjamaah di masjid, kecuali jika telah mendapat restu dari bapak imam yang ada di situ. Jika tidak, jamaah tidak akan ada yang ikut shalat bersama imam baru yang bukan “bapak imam” itu.
Sepintas, syarat menjadi imam tersebut biasa-biasa saja. Tapi, ada yang menarik dari persyaratan itu. Syarat harus khatam al-Quran, ternyata tidak sekadar telah khatam membaca al-Quran begitu saja. Bahkan seorang yang telah hafal 30 juz dan memiliki bacaan yang bagus sekalipun belum tentu memenuhi syarat khatam al-Quran ini. Betapa tidak, khatam al-Quran yang dimaksud adalah sebuah seremonial perayaan khusus untuk mendeklarasikan di hadapan khalayak bahwa si polan telah khatam membaca al-Quran. Seremonial itu dilakukan secara besar-besaran dengan mengundang seluruh warga dan petuanan adat dan biasanya dilangsungkan selama sehari semalam penuh atau lebih. Setelah dideklarasikan telah khatam al-Quran dan telah menikah, barulah ia bisa dicalonkan menjadi bapak imam yang sah.
Konon, pernah ada seorang ustadz yang ditugaskan untuk safari ramadhan di salah satu masjid kampung di Bomberay. Ustadz itu sudah dikenal baik oleh warga setempat. Dia pun mendapat kesempatan memimpin shalat isya dan tarawih serta mengisi ceramah agama. Namun, setelah itu ada yang berkomentar, “Pak ustadz belum khatam Quran toh!” warga setempat memang tahu berul riwayat pak Ustadz itu dari kecil hingga dewasa. Jelas, maksud dari ucapan itu adalah “Kok pak ustadz memimpin shalat, padahal belum mengadakan seremonial khatam Quran.”
Kami juga termasuk orang yang belum memenuhi syarat itu. Maka, kami pun belum layak menjadi imam shalat di sana, kecuali di eberapa masjid yang di kota dan di beberapa kampung yang bapak imamnya telah mulai terbuka cara berpikirnya.
Di masjid al-Rahman, kami sempat diminta menjadi imam shalat isya dan tarawih di masjid ini. Tapi, tidak untuk shalat witir. Tiga rakaat penutup itu harus dipimpin oleh bapak imam dan tidak dapat terwakilkan. Kami diminta mengimami shalat dengan alasan bapak imam ingin diimami oleh ustadz dari Istiqlal Jakarta. Perlu diketahui bahwa kami di sana dikenal sebagai utusan Istiqlal, bukan Darus-Sunnah. Berkali-kali kami menjelaskan bahwa kami bukan dari Istiqlal, warga tetap saja menyebut kami sebagai utusan Istiqlal. Ini karena beberapa saat sebelum kedatangan kami di sana, Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis yang dalam kapasitasnya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal sempat singgah dan memberikan ceramah yang meninggalkan kesan indah bagi mereka. Maka, setiap kali kami memperkenalkan diri dan mengaku sebagai murid Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, mereka langsung menyebut kami sebagai utusan Istiqlal. Barangkali, karena sebutan itu pulalah yang paling mudah diingat oleh mereka karena kebesaran nama Istiqlal.
Di masjid al-Anshar di Jalan Baru, pinggri laut, kami juga sempat beberapa kali diminta menjadi imam, baik shalat fardhu atau tarawih. Bahkan di masjid ini beberapa kali kami juga diminta mengisi khutbah Jumat. Hanya saja, para pengurus masjid ini, termasuk bapak Imam dan wakilnya bukan orang asli Papua. Masjid baru ini dipimpin oleh seorang pendatang dari Ambon dan Trenggalek Jawa Timur sehingga tradisinya pun berbeda.

Dengan demikian, selama di Fakfak, kami hanya beberapa kali saja menjadi imam shalat, khususnya imam shalat wajib. Meski demikian, mereka tetap terbuka jika ada yang datang untuk mengajari mereka tentang agama dan mengaji. [AUH]

ISLAM DI PAPUA (MEMORI DARI FAKFAK)



Pukul dua dini hari             
Akhir Agustus jelang puasa
Tekad bulat di dalam hati
Tuk Berdakwah di tanah Papua

Senin Pagi di Bandara
Torea Fakfak itu namanya
Ku tak bisa kontak siapa
Hape ku pencet tak kunjung nyala

Rasa syukur aku panjatkan
Pada Tuhan Sang Penyayang
Saat datang itu jemputan
Pace Jabar pakai kijang

Keliling kota masuk ke desa
Naik turun bukit Papua
Kota Fakfak memang berbeda
Tanah datar itu tak ada
Dua hari aku menginap
Rumah Bu Hamid di Wagom Tanjung
Selanjutnya kami menetap
Di Bugis-Jawa punya kampung

Masjid al-Ikhlas di Tambaruni
Dekat pasar itu tempatnya
Di sanalah kami mengabdi
Saat puasa dan hari raya

Kesan pertama sangat menggoda
Selanjutnya tetap menggoda
Hingga akhir bulan puasa
Masjid tetap ramai juga

Pagi dan sore warga di pasar
Buat usaha tuk cari uang
Masjid ramai dzuhur dan ashar
Saat azan tlah berkumandang

Di atas bukit di tepi pantai
Di tengah hutan jalanan sepi
Imam khutbah ajarkan ngaji
Maghrib isya subuh tak henti
Ucapkan salam tiap berjumpa
Sunnah Nabi banyak dipakai
Tradisi muslim Fakfak punya
Tapi tidak di Jawa ini

Semua lengkap di tanah Papua
Cuma satu yang tak ku jumpa
Pengamen juga peminta-minta
Di Ibu Kota itu adanya

Banyak da’i datang ke sana
Perkuat Islam, iman pun mantap
Satu dua bulan di sana
Warga ingin ada yang tetap

Tiap Ramadhan ada safari
Bupati pimpin keliling masjid
Salat tarawih bareng bupati
Khutbah ceramah makmurkan masjid

Ikut safari keliling kota
Lewati hutan ke pedalaman
Kampung Arguni jauh di sana
Pakai speedboat nyebrang lautan
Tengah Ramadhan pergi safari
Ratusan kilo hutan diterjang
Kampung transmigran itu Bomberai
Ada Bu Distrik yang asli Jombang

Sepanjang jalan alamnya indah
Banyak binatang berlalu lalang
Ada masjid tanpa jamaah
Imam pun cuti sungguh disayang

Satu tungku tiga batu
Itu prinsip Fakfak punya
Meski agama tak cuma satu
Bersaing rukun itu faktanya

Orang Baham, orang Matta
Beda bahasa juga agama
Kaya miskin pria wanita
Berkumpul ria buka bersama

Masjid dibangun, gereja berdiri
Antar agama tak ada dengki
Imam dikasi berangkat haji
Pastur juga wisata rohani
Gereja punya satu misi
Masjid punya banyak mimpi
Mereka ingin kristenisasi
Kita harus islamisasi

Ada jasa ada imbalan
Tak ada misi tanpa tujuan
Banyak gereja yang kasih makan
Iman pemuda mengkhawatirkan

Di Masjid Polres dan juga Kodim
Ceramah agama sebagai syiar
Sulit temukan majelis taklim
Yang ada hanya majelis pasar

Banyak orang yang salah sangka
Kalau Papua slalu tertinggal
Segala suatu telah sedia
Meski harga sangatlah mahal

Dua hari lebaran raya
Pukul sembilan pergi Jakarta
Satu bulan tinggal Papua
Logat Papua ikut terbawa
Maksud hati memeluk gunung
Apa daya gunung meletus
Maksud hati bisa berkunjung
Silaturahim jangalah putus

Obat andalan si Buah Merah
Itu asli Papua punya
Kalau Anda ingin berdakwah
Silakan tuju tanah Papua

Anda tunjukkan seorang saja
Apalah arti dunia isinya
Banyak orang menanti Anda
Menuju surga lewat Papua

Kalau Anda tolong agama
Allah pasti bantu Anda
Layani Islam serta umatnya
Semoga Allah membalas Anda


Keterangan:
Sajak-sajak pengalaman dakwah Ramadhan di Fakfak - Papua Barat, oleh Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah.

من بابوا إلى أمريكا، لك يا والدي


من بابوا إلى أمريكا

1.        مِنْ غَابَاتٍ فِي بَــــابُــوَا    *  إِلَى عَصْرِيَّاتِ أَمِيْرِيْكا
2.        مِنَ الـجِبَــالِ فِي جـــَاوَا    * إِلَى السُهُوْلـِ فِي أَوْرُبـــَّا
3.       مِنَ الْبَــوَادِيْ وَالْقُــرَى     * إِلَى اْلُمدُنِ اْلكـُـــــبْرَى
4.       مِنَ الْحَصِيْرَاتِ السُّفْــلَى    * إِلَى اْلَمـــنَابِرِ اْلعُلْــــياَ
5.       مِنْ أَذِلـَّةِ الـرَّعــَــايــاَ     *  إِلَى أَعِـــزَّةِ الْـــــوُزَرَا
6.       مِنْ مَشْرُوْبَاتِ بَنْجَارْنَقَارَا   *  إِلَى اْلبُـنُوْكِ شَرْعـِـيـــَّا
7.       مِنْ جَمَاعـَاتٍ شَعْبِيَّــــا     *  إِلَى مَجْـــلِسِ اْلعُلَمـــَا
8.       مِنَ اْلأَكْوَاخِ اْلمــَائـِــلاَ    *  إِلَى اْلقُصُـوْرِ اْلعُظْمــَى
9.       مِنَ الرَّادِيُو اْلقُــــصْرَى     * إِلَى التِّلْفِيْزِيُوْنِ اْلوُسْــعَى
10.      مِنَ الْجـَوَّالِــ وَوَســـَائِلَا    * إِلَى شَبْكاَتِ إِنْتَرْنَيْتْ دُنْيَا
11.      مِنَ الْمـَوَاعِظِ وَاْلفَتَــاوَى   *  إِلَى اْلمـَجَلاَّتِ وَجَرَائِـدَا
12.     مِنْ صَغِـيْرِ الْمـُـــــصَـلَّى   * إِلَى الإِسْتِقْلاَلِ جـَـاكَرْتَـا
13.     مِنْ مُؤَلَّفَـاتٍ وَرَسَـائِــلَا   * إِلَى كُتُبٍ وَمُـتَرْجَمـَــــا
14.     مِنَ الَّلهَجَــاتِ اْلمَحَلِّيَـا    * إِلَى اْلعَرَبِيَّةِ وَاْلاِنْجلِيْزِيَـا
15.     مِنَ اْلأَغـَانِي وَقَصَـائِــدَا   * إِلَى مُضَحِّكاَتٍ وَتَسَالِيَــا
16.     مِنْ مجَالِسِ تَعْلِيْمِ النِّسَا* إِلَى اْلجَامِعَاتِ وَالدِّرَاسَاتِ اْلعُلْيَا
17.    مِنَ اْلحِـوَارَاتِ وَاْلمُنَاقَشَا   * إِلَى النَّدَوَاتِ اْلعَالَمِيـَّــا
18.    ذَاكَ مَجَــالُ دَعْـوَتِكَــا    * يَـا وَالِدَنَا عَلِياًّ مُصْطَفَى
19.     نُهْــدِيْ أَزْكَى تَهَــانِيْنَــا    * نَدْعُوْ يَرْعَاكَ دَوْمًا رَبُّنَـا
20.     جـَــزَاكَ اللهُ إِلاَهــُــــنَـا   * عَنِ اْلإِسْلاَمِ وَاْلمُسْلِمِيْنَا
دار السنة، 6 يونيو 2010 م
24 جمادى الثانية 1431 هـ

رفقا يا حبيبتي رفقا.....

رفقا يا حبيبتي رفقا.....
بُشْرَاكِ يَا مَنَارَ الْحَيِّ شَرَقَا
*
بَدْرُ السَّمَاءْ وَشَمْسُهَا إِذْ تَشْرَقَا
أّتَانِي اْلوَالِدُ بِأَمْرِكِ رِزْقَا
*
سَفْحًا لِوَادِي وُدِّ كَانَ عَمِيْقَا
بَدَا بِحَمْدِ اللهِ وَضْحًا وَّبَرْقَا
*
جَمَالُ اْلبَدْرِ لِلْبَصَرِ لَزُرْقَا
نَاشَدْتُكِ الرَّحْمَنَ لِلرُّشْدِ حَقَّا
*
جَاءَتِ اْلَأنْعَامُ بِمَا كَانَ حَقَّا
مُسْتَرْشِدًا إِلَى مَنْ لِلرَّبِّ أَتْقَا
*
تَأَسِّيًا لِحَبِيْبٍ كَانَ صِدِّيْقاَ
مُسْتَبْشِرًا بِهِ لمَاَ رَأَى اْلوَدْقَا
*
لَلطُّيُوْرُ عَلَى أَشْكَالِهَا الْتَقَا
تَعَارُفُ اْلأَرْوَاحِ كَانَ اعْتِنَاقَا
*
كَذَا تَنَاكُرُ اْلجُنُوْدِ افْتِرَاقَا
رفقا يا بهجتي رفقا.....
بَهْجَتِى إِنِّيْ مُتَنَفِّسٌ عَشْقَا
*
يَدُوْمُ فُؤَادِي يَهِيْجُ شَوْقَا
فَذِكْرُكِ لِلْقَلْبِ رِقًّا وَّخَفْقَا
*
فَمَا أَطْيَبَ اْلعَيْشَ مَعَكِ رِفْقَا
يَسُرُّنِيْ تَبَعُّلُكِ الْمُطْلَقَا
*
مَا ضَرَّ الْغِيَابُ مِنْ حُبٍّ وَتُقَا
إِنِّيْ لَاَرْجُوْ مِنْكِ وُثْقًا وَرِفْقَا
*
يُقِرُّنِيْ بِرَوْضِكِ اْلبَدِيْعْ عَبْقَا
أمُحَدِّثِيْ عَمَّنْ أَحَبَّ وَأَعْشَقَا
*
لَفِيْ رِقِّ الزَّمَانِ غَيْرُ مُعْتَقَا
كَيْفَ السَّبِيْلُ لِيْ إِلَيْكِ اْلمُلْتَقَا
*
بِاللهِ مَوْثِقًا وَإِلَيْهِ التُّقَا
رفقا يا زوجتي رفقا.....

Wednesday, January 15, 2014

nasihat

NASIHAT BUAT PARA IMAM TARAWIH

Terinspirasi dari sebuah buku karya mahaguru kami, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, Nasihat Nabi Untuk Para Penghafal al-Quran. beliau menulis buku tersebut dari kegelisahan beliau melihat fenomena-fenomena yang kurang baik di sekitarnya. Banyak pembaca dan penghafal al-Quran yang hanya melafalkannya saja, tanpa memperhatikan tajwida dan etika bacaannya. Bahkan tidak sedikit pula yang perangainya berbalik arah dari apa yang dibacanya secara serampangan tersebut. Miris sekali melihat fenomena tersebut. Barangkali ini termasuk yang diramalkan oleh Rasulullah saw,
لا يبلغون حناجرهم
Apalagi jika sampai perangainya berbalik total dari apa yang dibacanya, na'udzubillah,
والقرآن يلعنه
Hal tersebut seringkali tidak kita sadari. Kita seringkali merasa sudah benar dalam mempelajari al-Quran dan memperlakukannya. Akhlak kita terhadap kita suci yangs atu ini seolah-olah sudah baik, namun akhlak kita ternyata tanpa disadari telah menjauh darinya. Hadanallau wa iyyakum.
Kali ini kami mendapati fenomena yang lain. Kami tidak sedang membahas lagi masalah al-Quran melaknati para pembacanya, atau bacaan yang hanya di mulut saja, tak pernah melewati tenggorokan. Fenomena tarawih di bulan Ramadhan. Kami juga tidak berpretensi sebagai orang yang baik apalagi sok baik. Kami hanya merasa tidak nyaman dengan fenomena tersebut. Dan sebagaimana biasanya, orang yang tidak nyaman juga berhak memberikan masukan agar mendapatkan kenyamanan.
Ketidaknyamanan ini berawal dari sebuah kritik pedas dari seorang anak kecil berusia sekitar 9-10 tahun yang tahun ajaran 2012 ini masuk kelas 3 SD. Anak ini kami tahu telah tiga kali menghatamkan al-Quran dengan bacaan yang bagus, mujawwad. Orangtuanya mendidiknya dengan baik dan kami kenal dekat dengannya. Ketika bermakmum pada seorang hafidz, anak ini melontarkan kritiknya pada ayahnya, "Yah, koq bacaannya jelek banget ya, tidak ada tajwidnya sama sekali." Anak ini memang sudah dilatih membaca dengan tajwid dan lancer membacanya. Anak sekecil itu menemukan ketidaknyamanan dalam berjamaah. Padahal saat itu, yang dibaca adalah surat al-Baqarah. Tanpa mengikutinya sampai usai, tepatnya setelah rakaat ke-8, ayah dan anak tersebut memutuskan untuk pindah ke masjid sebelah yang hanya membaca surat-surat pendek namun santai. Justru di sinilah mereka menemukan kenyamanan dalam shalat. Usai tarawih, ayah anak tersebut melaporkan hal itu kepada kami, dan kami langsung paham apa yang dimaksudkannya. Kami pun segera mengecek kepada pengurus masjid tempat ayah dan anak tersebut berjamaah pertama kalinya. Keesokan harinya kami mendapatinya dengan mata dan telinga kami sendiri. Tepat, apa yang dibicarakan anak tersebut.
Pada saat shalat isya, imam sudah tampak terburu-buru seolah-olah ingin segera selesai. Dipilihlah bacaan pendek dan dibaca dengan begitu cepatnya. Bacaan waqaf dibaca dengan cara washal. Ikhfa', izhar, idgham, ghunnah, mad, dan car abaca al-Quran yang baik pun hilang semua. Lalu pertanyaannya,  untuk apa terburu-buru melakukan shalat maktubah, Isya, untuk mengejar tarawih yang sunnah? Kenapa tidak diperbaiki isya'nya? Syukur-syukur kalau tarawihnya juga diperbaiki.
Usai shalat isya, kami pun masih megikuti tarawih di belakangnya, dan benar apa yang dikatakan anak Sembilan tahun tadi. Anak itu bisa mengoreksi bacaan imam yang hafal al-Quran. Satu halaman untuk setiap rakaat sehingga pada rakaat ke-20, tepat satu juz al-Quran dihabiskan. Namun, sayang sekali bacaannya masih seperti yang kami kemukakan tadi. Terjang habis. Sekali lagi, kami tidak butuh bacaan secepat itu.
Kami yang merasa paling toleran dalam masalah tajwid saja menemukan ketidaknyamanan saat mendengar bacaan itu. Kami bisa memaklumi kesalahan bacaan orang-orang yang belajar membaca al-Quran asalkan dia memang sedang belajar. Bahkan untuk dialek-dialek tertentu kami masih bisa maklum. Namun, kali ini tidak. Penghafal al-Quran koq bacaannya tidak lebih baik dari pembelajar al-Quran paling pemula sekalipun. Apalagi dia tahu ilmunya. Benar-benar tidak nyaman, maka kamipun memutuskan untuk berhenti bermakmum dengan alasan tidak nyaman dalam bermakmum. Beberapa kali kepala kami secara reflek menggeleng-geleng setiap mendengar bacaan yang semrawut. Salah satu contoh, ayat "hunna ummul kitab wa ukharu mutasyabihat." Apa persepsi anda jika dengung pada kata hunna dihilangkan? Setahu kami dalam percakapan orang Arab asli pun tidak akan secepat itu, dan apalagi menghilangkan penekanan bunyi nun pada kata tersebut meski tidak mendengung. Tapi, kali ini tidak sedang bercakap-cakap dengan bahasa Arab, melainkan sedang membaca al-Quran. Tentu, jika dengung dan penekanan nun dihilangkan sama sekali, jadilah kata huna yang dalam bahasa Arab berarti "di sini." Padahal, ayat tersebut berbunyi "hunna" dengan dobel nun yang berarti "mereka (ayat-ayat tersebut)." Dan masih banyak lagi.


Wednesday, January 8, 2014

Ketika Aku Jadi Uster di KASKUS 2

SETAHUN SAMA DENGAN SEDETIK, GAN!

Tahu nggak Gan, ternyataumur dunia ini gak sampai satu jam. Bayangin, kalau agan-agan padanungguin seseorang yang diidamkan, sejam serasa setahun. Dah pasti gak sabaran kan? Apalagi kalau yang ditunggu tuh bener-bener membawa jutaan rejeki, keindahan, dan kenikmatan. Pasti gak mau ketinggalan sedetik pun. Hadeuuuh….
Nah sekarang coba, agan-agan pikir emang kita ini sudah berapa lama sih hidup di dunia ini? Dari waktu yang sekian lama itu, sudah berapa persen yang kita gunakan untuk ibadah? Nah sisanya bauat apaan? Trus gimana tuh kalau dibanduingkan dengan para malaikat? Para malaikat tuh gak punya bosan buat ibadah lho. Mereka ternyata punya hitungan waktu yang jauh lebih lama dibandingkan hitungan waktu yang kita punya. Nah, itu pun mereka dengan sabarnya taat beribadah, gak pernah berhenti Gan!
Coba, kita perhatikan ayat al-Qur’an, tenting keberadaan alam dunia ini yang gak lebih dari 1 hari. Dalam QS. Thaha ayat 104. Allah berfirman, “Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan, ‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja.’.”
Nah, sekarang kalau pakai hitungan waktu langit, malah nggak nyampe satu jam Gan. Waw, sehari di langit sama artinya dengan 1.000 tahun perhitungan manusia di bumi lho. Nih, dalam QS. Al Hajj ayat 47, Allah berfirman, “Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Lebih dahsyat lagi, ternyata ada yang lebih cepat lagi gan. Sehari dalam hitungan kita ternyata sama dengan 50.000 tahun hitungan waktu untuk malaikat. Waw… gimana tuh rasanya hidup segitu lamanya? Belum lagi kalau nungguin yang terkasih, belum juga sehari dah gak sabaran kali ya. Itulah yang termuat dalam QS. Ma’arij ayat 4, “Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”
1 jam = 3.600 detik
1 hari = 86.400 detik
1 tahun = 365 hari = 31.536.000 detik

1 hari = 50.000 tahun malaikat x 365 = 18.250.000 hari kita
1 hari = 575.532.000.000.000 detik dalam hitungan malaikat
1 tahun malaikat = 1/50.000 = 0.00002 hari kita
1 hari malaikat = 0.0002 x 86.400 = 1,728 detik kita (kurang dari dua detik)
1 tahun malaikat = 0.0002x31.536.000 = 630,72 detik

Coba kita itung bareng-bareng deh, gan!
Setahun dalam hitungan kita kan 365 atau 366 hari. Trus, sehari dalam hitungan malaikat aja sama dengan 50.000 tahun. Berarti, Setahun dalam hitungan kita sama dengan (365x50.000=) 18.250.000 hari. atau kalau pas tahun kabisat bisa sampe (366x50.000=) 18.300.000 hari. Waw, gak kebayang deh kalau misalnya umur kita sekarang udah 30 tahun, berarti kita udah hidup selama (18.250.000x30=) 547.500.000 hari atau 1.500.000 tahun. Manusia purba sama dinosaurus aja belum lahir kali ya? Nah, umur umat kanjeng nabi Muhammad ini kan rata-rata 60 tahunan, berarti umur rata-rata kita segini gan, (18.250.000x60=) 1.095.000.000 alias semilyar Sembilan puluh lima juta tahun, Gan!Trus gan, berarti sejam di kita sama dengan berapa? Semenit, sedetik berapa tuh? Wah, itu aja sendiri deh gan, kalkulaor guwe gak cukup buat naruh angka-angkanya. Percaya nggak sih gan? Itu beneran lho, Allah langsung yang "bilang" dalam al-Quran.
Mungkin bagi kita itungan gitu ajeeb banget. Nah, kalau itungan umat terdahulu mungkin gak terlalu ajib kali ya? Nih, coba kita perhatikan masa Nabi Nuh tinggal bareng kaumnya dan berdakwah di sana aja sampe seribu kurang lima puluh tahun, alias 950 tahun. Sementara kanjeng nabi Muhammad diutus jadi Rasul sampe meninggal aja cuma 23 tahunan. Berapa persennya tuh? Wajar kalau kita melongo lihat itungan tahun yang begitu banyaknya. Tapi, harus percaya dan disyukuri gan. Karena meskipun umur hidup kita Cuma 60 tahunan, alias 6,31% umur umat nabi Nuh, atau nol koma nol nol nol sekian dalam hitungan buat malaikat, kita bisa unggul jauh dari mereka gan. Kita ini umat istimewa. Umur singkat, tapi pahala padat. Ada syaratnya tapi gan, amalnya juga kudu berat terus niat juga harus tepat.


Tuesday, January 7, 2014

Ketika Aku Jadi Uster di KASKUS


CARA NABI MENYAMBUT RAMADHAN, GAN!

Tak terasa, bulan suci Ramadhan 1433 H telah tiba. Alhamdulillah, kita masih bisa menemui tamu agung tahunan yang dinanti-nanti selama dua berbulan-bulan. Ya, itulah bulan Ramadhan yang penuh berkah yang di dalamnya terdapat malam penganugerahan seribu bulan. Entah  sudah berapa ramadhan kan yang berhasil kita lewati? Tentu hal itu sesuai dengan jumlah bilangan umur yang telah kita lalui. Siapa coba yang tidak ingin mendapat penghargaan itu? Jangan-jangan tahun ini, nobel tersebut memang jatuh ke tangan kita, amin. Karena itu, wajar jika banyak orang yang selalu merindu dan mendamba bulan ini sehingga butuh dipersiapkan sedini mungkin untuk menyambut kehadirannya.
Kehadiran bulan ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara tarhib ramadhan biasanya dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan terasa lebih indah jika dicerminkan dari penampilan diri. Karena itu, seringkali kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama satu bulan penuh ini.
Pada detik-detik menjelang kehadiran bulan ramadhan, kita seringkali melakukan berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan istilah tarhib ramadhan alias menyambut ramadhan.
Istilah tarhib yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "menyambut" memiliki makna filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu yang memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita ketika sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati? Apalagi sudah ditunggu-tunggu selama sebelas bulan. Karena itu, banyak orang yang sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan ramadhan.
Di lingkungan kita, pada saat menjelang bulan ramadhan, terdapat tradisi unik untuk mengungkapkan kebahagiaan luar biasa. Ada yang berpawai ria dan konvoi, ada pula yang melakukan long march, ada yang menyebar jadwal imsak, ada yang silaturahim seperti halnya lebaran, ada yang bermaaf-maafan, ada yang kumpulan, ziarah ke makam keluarga alias nyekar, ngariung, megengan, munggahan, kirab, dan masih banyak lagi tradisi sejenis lainnya. Apapun kegiatannya, yang jelas itu semua adalan bentuk ungkapan kegembiraan menyambut ramadhan. Jika kita bisa bergembira menyambut ramadhan, maka seharusnya kita bisa lebih bergembira dan semangat lagi kalau ramadhan tersebut telah datang, seperti saat ini.
Lalu, bagaimanakah cara Rasulullah saw menyambut ramadhan, alias tarhib ramadhan? Beiau melakukan tarhib ramadhan jauh-jauh hari sebelum datangnya ramadhan. Pada bulan Sya’ban, Rasulullah saw pun semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya. Beliau saw, misalnya, tidak pernah melakukan puasa sunah sebanyak yang dilakukan di bulan Sya’ban. Para ulama pewaris nabi pun sangat teliti mengondisikan diri. Salah satu dari hikmah memperbanyak puasa di bulan Sya'ban adalah sebagai latihan puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Apakah itu bukan sebuah tarhib?

Di samping itu, jika kita baca hadis-hadis Rasulullah saw yang lain, pasti kita juga akan mendapati cara-cara beliau yang untuk menyambut kehadiran bulan suci ini. Adalah baginda Nabi Muhammad saw yang benar-benar melakukan tarhib Ramadhan paling meriah dan paling lama. Beliau melakukan tarhib ramadhan tidak cukup sehari atau dua hari saja. Beliau mempersiapkan penyambutan ramadhan mulai dari menjelang kedatangannya hingga kepulangannya. Ketika sudah datang pun, Ramadhan masih juga beliau sambut dengan meriah. Dengan demikian, setiap hari di bulan ramadhan adalah tamu agung yang berbeda-beda. Hari-hari ramadhan bak tamu agung yang datang silih berganti.
Penyambutan ramadhan tidak dilakukan sekadar rasa bahagia atau gembira saja, melainkan harus dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang kegembiraan dalam menyambut bulan ramadhan sebagaimana yang popular di kalangan kita adalah palsu.
"Man fariha bi dukhuli ramadhan harramallu jasadahun ala al-niran" siapa yang bergembira karena menyambut datangnya bulan ramadhan, Allah haramkan jasadnya dari neraka. Riwayat tersebut hanya dapat dijumpai dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu, untuk bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad adalah dengan sanad tersebut. Siapa yang menyampaikan hadis tersebut menjadi penting untuk diketahui. Karena tidak juga ditemukan, maka para ulama menegaskan bahwa ungkapan tersebut bukan sebuah hadits Nabi saw. Entah siapa yang pertama kali mengucapkan ungkapan itu, namun yang jelas, bila ungkapan itu dinisbahkan kepada Nabi saw, maka hal itu menjadi hadis palsu.
Gini gan, kanjeng nabi itu selalu kasi motivasi ke para sahabatnya. Beliau selalu menyemarakkan malam-malam ramadhan buat qiyamullail. Nah kalau yang ini asli, barang ori and ada garansinya lagi, gan!. Beliau bersabda, "Man qama ramadhan imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih." Siapa yang bangun (menyemarakkan malam-malam) ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti bakal diampuni dosa-dosanya gan." Tentu dosa-dosa kecilnya gan ya, karena kalau dosa gede kayak syirik, zina, bunuh orang, dan sejenisnya butuh taubat dulu, apalagi kalau nyangkut hak orang lain, butuh minta ampun dulu ama yang berhak. Nah, itu kalau malam gan. Trus kalau siang gimana?
Kanjeng nabi juga sering bilang, "Man shoma romadhona imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih." Kalau malem suruh begadang buat ibadah, nah kalau siangnya disuruh puasa. Awas jangan sampe bolong kalau gak darurat karena sakit atau lagi pergian jauh, kecuali buat aganwati yang pasti dapet bonus beberapa hari. Itu pun harus diganti, ganwati ya... Pasti agan dan aganwati masih pada inget sama ayat al-Quran, "Faman kana minkum maridhon au 'ala safarin fa'iddatun min ayyamin ukhar." Nah, itu dia, kalau berhalangan puasa, wajib ganti di hari lain abis ramadhan. Kalau kita puasanya ikhlas karena Allah, pasti bakal diampuni dosa-dosa kita gan. Trus, kalau diampuni ya pasti diselametin dari lahapan si jago merah….
Gak sulit kan gan? Kalau biasanya makan-minum, jalan-jalan, tuh pasti nguras tenaga, nguras kantong juga lagi. Nah, kalo puasa kan gak pake nguras apa-apa. Berarti lebih mudah dong! Trus kalau malam kan biasanya begadang, nah sama aja kan, begadang-begadang juga. Malah bisa rame-rame lagi bareng keluarga, ama masyarakat juga. Gak usah lama-lama juga gak apa-apa gan, yang penting begadangnya bener aja. Kanjeng nabi juga begitu gan, "Kana al-nabi shallallahu alaihi wasallam idza idza dakhalal asyral awakhir ahya lailahu wa aqama ahlahu wa syaddza mi'zarahu." Dulu, kanjeng nabi itu selalu kalau udah masuk sepuluh hari terakhir lebih meriah lagi nyambut ramadhannya. Gak tanggung-tanggung, keluarganya diajak semua buat ngerayain malam perpisahan tamu agung yang udah disambut lama hampir sebulan yang lalu. Farewell party nya aja sampe sepuluh malem gan. Apalagi di malam-malam farewell party itu ada satu malam penganugerahan seribu cendol, upss…salah! Seribu bulan maksudnya, lailatul qadar gan. Huh…pasti seru, rame-rame tiap malem ama ramadhan yang kita sayangi, kita nanti-nati  ampe kedatangannya aja dirayain besar-besaran. Nah, perpisahannya juga pasti lebih rame lagi dong. Biar makin kangen.
Nah, gitu gan! Ini baru sedikit lho ya buat acara tarhib ramadhan ala kanjeng nabi. Beliau tuh, dah wanti-wanti biar kita gak salah niat. Niat kita buat nyambut ramadhan ini ya biar nambah iman takwa. Emang tujuan aslinya juga begitu to? Nah, makanya pas puasa ama "begadang malam" niatnya juga harus bener.
Eh, ngomong-ngomong soal tarhib lagi, apaan sih maksudnya? Gini gan, kan kita tadi dah tau tuh artinya tarhib, menyambut. Nah biasanya kalau kita bikin acara sambutan pasti yang disambut tuh istimewa, ngangenin, asyik abis, nyemangatin, atau bawa sesuatu indah yang kita harapkan. Nah, kalau nggak istimewa kayak gitu, ngapain kita sambut ya gan? Kalau kita aja bisa disemangatin sama hadis palsu seperti di atas tadi, harusnya lebih semangat lagi dong kalau dipacu sama yang asli-asli bergaransi lagi.
Makanya, yuk kita sambut bener-bener  ramadhan ini dengan niat yang baik, ngarep ridha Allah biar diampunin dosa-dosa kita. Syukur-syukur kalau bisa niruin gaya kanjeng nabi nyambut ramadhan sampe pulang lagi tuh tamu ramadhan. Ya kalau gak bisa sama, minimal beda-beda dikit lah. Kalau kanjeng nabi, begadangnya di masjid yang gak pake karpet, kita begadangnya di masjid yang mewah-mewah juga boleh. Atau jalan-jalan ke mall, tapi buat ngikut pengajian.  Siapa tau di sana ada kios-kios yang buka majelis taklim. Kalau nabi puasa kita juga puasa kan.  Nabi baca quran kita juga bisa baca quran dong. Jangan salah, gaji baca quran tuh diitungnya per huruf lho. Per hurufnya bisa sampe 10 kebaikan gan. Bayangin kalau misalnya itu dikurskan ke dolar, bisa berapa dolar tuh kita dapetin per hurufnya aja. Siapa sih yang nggak mau digaji segitu gedenya apalagi kerjaannya cuma baca doing? Mantab deh gan. Moga sukses acara nyambut ramadhan ampe habis ya gan. Kalau perlu kita taruan deh siapa di antara kita yang bakal menang di malam penganugerahan seribu cendol upss salah lagi…, seribu bulan maksudnya gan. Gak kebayang deh, kalau misalnya itu pesta, pesta seribu cendol ya gan. Hehe… Moga-moga kita semua dapet deh. Aminn….