ika anda pergi ke Papua jangan heran sewaktu mendapati
banyak hal yang aneh dan berbeda dari logat bahasanya. Mereka memiliki
kemampuan berbahasa Indonesia yang cukup bagus. Bahkan menurut keterangan warga
di sana, tidak ada orang Papua yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
Di Papua terdapat banyak sekali bahasa dan budaya lokal,
sesuai dengan daerah dan sukunya. Bahkan dalam satu wilayah bisa jadi tidak
saling mengerti karena perbedaan bahasa.
Kondisi seperti ini membuat warga Papua harus mampu
berbahasa Indonesia. Karena bahasa resmi nasional inilah yang dapat
mempersatukan mereka, persis seperti yang diikrarkan dalam sumpah pemuda.
Tak hanya itu, orang Papua juga memiliki khas tersendiri
dalam berbahasa Indonesia. Dalam berucap, mereka cenderung berintonasi tinggi,
bersuara lantang dan dialek khas serta sangat cepat. Jika tidak terbiasa,
sangat susah untuk mengikuti pembicaraan mereka. Di samping itu, mereka juga memiliki
keterampilan untuk menyingkat bahasa Indonesia. Dengan bahasa-bahasa singkat
inilah cara berbicara mereka menjadi semakin cepat. Begitulah gambaran sepintas
Bahasa Indonesia khas Papua.
Pernah suatu ketika, di saat masih baru menginjakkan kaki
di tanah Papua ini, kami hampir salah paham terhadap pembicaraan mereka. Karena
bingung, ketika ditanya pun, kami menjawab asal-asalan.
”Pak Ustaz, ko pi mana kah?” tanya seorang warga dengan
logat Papuanya.
”Lho, siang-siang kok minta kopi to? Ini kan bulan
puasa?” jawab kami polos.
”Ee... tidak. Bukan itu yang katong maksud. Pak Ustadz mo
kemana kah?” kata mereka meluruskan pemahaman saya tentang kopi.
”Oooh. Saya mau ke masjid, salat dzuhur.” jawab kami.
”Baru kapan kita boleh mengobrol kah?” tanya mereka lagi.
”Nanti sesudah salat to.” jawab kami dengan sedikit
meniru logat mereka.
”Oke, kopi shalat dulu to? sapi juga shalat
dulu sudah... baru sebentar kitong mengobrol to?” jawab mereka.
Kampiun semakin bingung dengan kalimat yang terakhir ini.
Di awal tadi, mereka menanyakan “kopi” di siang hari. Sekarang malah bilang
“sapi shalat dulu.” Usut punya usut, ternyata kami yang salah paham. Maklum,
kami kan orang baru di sana, dan mereka pun masih belum sadar kalau yang sedang
dihadapi adalah orang yang belum pernah ke Papua. Setelah itu, kamipun mengerti
kalau “kopi” adalah kependekan dari “kau pingin” yang telah berubah dialeknya
menjadi “ko” (kau), dan “pi” (pingin: mau). Jadi, “kopi mana kah?” adalah
bahasa Indonesia khas Papua yang artinya “Kau mau ke mana kah?”. Sedangkan
“sapi shalat” juga bukan berarti binatang yang sedang shalat. Tara mungkin
to? (nggak mungkin, kan?) Kata “Sapi” adalah kependekan dari “saya” (sa)
dan “pingin” (pi). Jadi “sapi shalat” adalah “saya pingin shalat (saya mau
shalat)”. Sementara kata “sebentar” maknanya adalah “nanti”. Jadi, makna
kalimat terakhir itu adalah “Oke, Anda mau shalat, kan? Kalau begitu, saya juga
mau shalat dulu saja lah. Terus, nanti kita bisa ngobrol, kan?”. Kemudian, kata
“baru” juga jangan selalu diartikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Kata
“baru” dalam konteks pembicaraan di atas maknanya adalah “terus, lalu, atau
kemudian”.
”ee... kalo gitu, sapi dan kopi tara
bisa shalat to?” kamipun mengakhiri obrolan dengan tawa.
[AUH]