From Hadith to Wisdom

From Hadith to Wisdom
Mengabarkan Pesan Nabi

Search This Blog

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, January 22, 2011

KAYA DARATAN, MISKIN SUMUR



Papua memang sangat terkenal sebagai daerah dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Sumber daya alam yang masih alami dan hanya beberapa persen saja yang telah terkelola itu membuat Papua tak kekurangan asupan pangan. Hanya saja, sangat disayangkan di daerah yang kaya alam itu tak diiringi dengan SDM yang memadai. Kekayaan alam yang melimpah itu rasanya tak mungkin habis meski dimakan oleh seluruh penduduk Papua. Di samping jumlah penduduknya yang tak seberapa dibanding luas pulau, hanya beberapa persen saja penduduk yang mampu memberdaya-kan alam yang masih liar itu.
Di kabupaten Fakfak misalnya, saat ini tak kurang dari 23.000 jiwa menghuni daerah muslim terbesar di Papua itu. Bahkan luasnya saja menyamai luas propinsi Jawa Timur. Namun di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah itu, ternyata ada satu yang kurang. Daerah ini sangat minim sumur.
Sumur yang merupakan salah satu sumber kehidupan, justru tak ditemukan di sana, apalagi di kota. Faktor utamanya bukan karena luasnya samudera yang mengelilingi daerah ini. Lagi pula, tak ada orang yang mau setiap hari mandi di laut yang asin itu. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, mereka tetap saja memanfaatkan air PDAM. Setiap tiga hari sekali, masing-masing daerah mendapat aliran air bersih scara bergilir. Air yang membentang luas tepat di pinggir rumah seolah tak berguna untuk keperluan harian.
Daratan berupa bebatuan cadas adalah faktor utama tak adanya sumur. Persis seperti arti nama Fakfak sendiri yang dalam bahasa Onin (salah satu suku di Fakfak) yaitu batu cadas. Sangat konyol kelihatannya jika ada orang yang memiliki sumur di daerah ini. Betapa tidak, daerah yang seluruh daratannya berupa gunung batu itu hampir mustahil untuk dibuatkan sumur di atasnya. Entah berapa puluh meter, seseorang harus menggali batu yang ditumbuhi pepohonan besar itu untuk sekadar menemukan air.
Selama di Fakfak, kami hanya mendapati sumur di dua daerah saja, yaitu di Arguni dan distrik Bomberay. Arguni yang sama sekali tak memiliki alat transportasi darat itu, ternyata memiliki satu kekayaan yang tak dimiliki daerah lain, yaitu sumur. Hanya di sinilah kami mendengar deringan jetpam, tepat di depan masjid letaknya.
Arguni adalah bagian dari Fakfak yang bertanah pasir datar. Bagian yang berupa bebatuan cadas di Arguni sampai saat ini hanya ditumbuhi pepohonan saja. Karena itu, sumur dapat dengan mudah digali di sini.
Sumur kedua, kami dapatkan di daerah Bomberay yang dulunya menginduk kepada Distrik Kokas. Wilayah distrik ini sangat luas dan baru dihuni sekitar 15 tahunan yang lalu seiring adanya program transmigrasi bedol desa. Sembilan puluh persen penduduk distrik ini adalah para transmigran asal Jawa dan Sulawesi. Ia juga satu-satunya distrik terluas di Fakfak dan memiliki tanah datar. Hanya saja, jaraknya yang cukup jauh dari kota membuat perjalanan ke daerah ini lebih melelahkan daripada mendaki gundukan batu di kota. Untuk masuk daerah ini harus menerjang hutan belantara sepanjang + 170 km dan dapat ditempuh selama lima jam dengan kecepatan cukup tinggi. Kondisi jalannya pun sangat memprihatinkan dan biasanya hanya mobil besar dan berat saja yang dapat memasukinya. Di sana, kami masih dapat menemukan orang menimba di sumur, sebuah aktifitas yang tak lagi kami jumpai selama lebih dari 15 tahun lamanya.

Maka, beruntunglah kita yang ada di daerah kaya air bersih. Oleh karena itu, mari kita jaga sumber air itu dan jangan memubazirkannya, karena ternyata saudara kita di sana perlu tiga hari lamanya untuk mendapatkan air bersih. Bahkan kalaupun ingin menggalinya, pasti dianggap sebagai perbuatan yang sangat konyol. [AUH]